Ini tentang Rambutan dan Sebuah Kenangan

Ini tentang Rambutan dan Sebuah Kenangan

Pagi itu aku mengantarkan isteriku untuk pergi ke pasar. Kegiatan yang biasanya sering kulakukan setiap libur kerja. Namun semenjak pandemi isteriku memang mengurangi aktivitas tersebut. Selain karena malas berdesakan, ada kekhawatiran juga jika harus berada di dalam kerumunan para pembeli di pasar.



Isteriku memang saat ini lebih sering untuk berbelanja di tukang sayur keliling. Jika tidak sedang malas keluar rumah ia akan pergi ke tempat penjual sayur yang ada di sekitar rumah kami. Namun biasanya harus berangkat agak pagi jika tidak ingin kehabisan barang yang diinginkan.

Di sepanjang jalan terlihat berjajar para pedagang buah. Mulai dari buah naga, jeruk, jambu merah, pisang dan juga rambutan. Di masa pandemi memang buah menjadi buruan masyarakat kita. Karena kabarnya buah dapat meningkatkan imun kita untuk melawan virus corona.

Saat ini sepertinya sedang musim buah rambutan karena banyak sekali pedagang yang menjajakan buah tersebut. Jika melihat buah rambutan, aku jadi membayangkan pohon-pohon rambutan di halaman rumah ibu. Ah, tentunya rambutan disana juga sudah mulai berbuah lebat.

Ada beberapa pohon rambutan yang ada di tempat ibu. Dan lucunya biasanya pohon tersebut tidak berbarengan berbuahnya. Jadi jika sedang musimnya, keluargaku dapat merasakan nikmatnya menyantap rambutan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Aku jadi teringat pada ibu. Di musim rambutan seperti sekarang ini. Biasanya beliau sering kali menelponku menanyakan kapan aku akan ke rumah. Memberitahukan bahwa rambutan di sana sudah merah-merah. Karena ibu tahu, isteri dan anak-anakku sangat menyukai buah tersebut.

Tak terasa sudah hampir satu tahun ibu meninggalkanku untuk selama-lamanya. Rasanya seperti baru kemarin aku berbincang bersama ibu. Ketika musim rambutan seperti ini, biasanya aku akan sibuk di kebun rumah ibu. Dengan sebatang galah bambu yang dibelah ujungnya. Aku akan asyik memutar batangnya hingga sedompol rambutan berhasil aku petik.

Sementara ibu biasanya akan duduk di kursi sambil ikut memperhatikanku. Isteri dan anak-anakku dengan plastik yang telah ibu siapkan akan mengumpulkan rambutan yang kupetik.

Jika tangan dan leherku sudah lelah karena harus mendongak terus ke atas, biasanya isteriku akan menggantikanku untuk memetik. Dan aku yang akan mengumpulkan rambutan yang jatuh di tanah. Jika banyak, biasanya rambutan tersebut juga akan dibagi-bagikan kepada saudara dan juga tetangga yang ada di sekitar rumah ibu.

Ibu biasanya akan duduk sambil tersenyum-senyum melihat ulah anak-anakku yang mengumpulkan rambutan sementara mulutnya tak bisa berhenti untuk terus mengunyah buah tersebut. Aku jadi kangen senyum hangat ibu.

Oh, iya. Ibu juga punya kebiasaan jika buah rambutan lama tidak ada yang memakannya. Ia akan membuka semua kulit rambutan tersebut lalu menyimpan buah-buah tersebut di kulkas. Alasannya agar mempermudah jika nanti ada yang mau memakan buah tersebut. Dan rambutan juga akan lebih awet jika ditaruh di kulkas.

Malam itu selepas isya, handphoneku berdering. Ternyata adik perempuanku yang menelpon. Dia memberitahuku bahwa rambutan di rumah ibu sudah merah semua. Rumah ibu memang ditempati oleh adik perempuanku dan suaminya.

Seolah ibu telah membisikkan kepada adikku untuk memberitahuku perihal rambutan ini. Seperti kebiasaan yang ibu lakukan selama hidupnya. Adikku mengatakan bahwa malam itu ia akan mengirimkan rambutan lewat ojek daring. Karena rambutannya sudah dipetik jadi sayang jika terlalu lama takutnya keburu busuk semua.

Tak berapa lama.si ojek daring sudah sampai di rumahku. Satu plastik besar berisi rambutan siap disantap. Aku membayangkan pasti ibu sedang tersenyum di alam sana. Melihat rambutan yang ditanamnya dapat dinikmati oleh anak dan cucu-cucunya.

Ibu, semoga tenang engkau di peristirahatan terakhirmu. Salam penuh rindu dari aku anakmu.

Tangerang, Januari 2021
Mahendra Paripurna
READ MORE

SHARE

No comments:

Post a Comment